studentsite

Jumat, 06 November 2015

Peraturan Daerah (RTRW) Kota Jakarta

Peraturan Daerah (RTRW) Kota Jakarta
Berita terkait:
Infrastruktur Indonesia Dihadapkan pada Masalah Tata Ruang

(Berita Daerah – Nasional) Akibat tumpang tindihnya berbagai kebijakan sektoral yang terkait perencanaan ruang, konflik ruang di berbagai daerah berpotensi untuk tercipta. Indonesia dalam beberapa tahun ke depan bisa masuk ke dalam perangkap negeri tanpa perencanaan tata ruang.
Saat ini, sudah ada UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU No 27 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pesisir, UU 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional, UU No 12 2008 (Perubahan kedua atas UU No 32 Tahun 2004), dan berbagai kebijakan sektoral lainnya yang terkait dengan ruang.
Dampaknya di lapangan, terjadi konflik perencanaan dan pemanfaatan ruang di berbagai daerah banyak terjadi karena tumpang tindihnya kebijakan tersebut, baik secara substansi maupun kelembagaan.
Contoh kasus yang terjadi adalah pada perencanaan kawasan pesisir terjadi tumpang tindih, irisan area yang menjadi subyek dari rencana tata ruang wilayah, dan rencana pengelolaan kawasan pesisir. Konflik ini senada dengan konflik tata ruang mengenai hutan di berbagai daerah.
Akibatnya, sampai sekarang ternyata penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota menjadi peraturan daerah (Perda) sangat lambat.
Menurut catatan Ditjen Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum, baru 51 persen provinsi yang sudah memiliki Perda RTRW, 62,6 persen kabupaten yang telah memiliki Perda RTRW dan 72 persen kota yang telah memiliki Perda RTRW. Kondisi ini amat mengkhawatirkan karena bisa dipastikan, tidak ada kepastian hukum dan ini jelas-jelas menghambat investasi.
Oleh karena itu, pemerintah dan Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) perlu segera mencari solusi konkret agar Indonesia terhindar dari kondisi berjalan tanpa rencana tata ruang yang jelas.
Beberapa tindakan mendesak itu antara lain yakni mempercepat terbitnya dokumen peraturan perundangan sebagai bentuk operasionalisasi Inpres No 8/2013 tentang percepatan penyelesaian dan penyusunan perda RTRW.
Masalah tata ruang sendiri sebenarnya adalah problema klasik di Indonesia. Indonesia saat ini dapat dikatakan dalam keadaan darurat tata ruang sehingga berdampak kepada beragam hal seperti pemenuhan jumlah perumahan yang dibutuhkan.
Kondisi darurat tata ruang itu perlu diperhatikan karena hal tersebut dinilai merupakan basis dari semua pembangunan termasuk sektor properti atau perumahan. Pemerintah saat ini tidak pernah bisa menyediakan lahan yang dibutuhkan guna membangun berbagai basis perumahan seperti rumah susun khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Saat ini jenis perumahan yang paling pas untuk dibangun adalah rumah susun di tengah kota yang mampu mendekatkan kaum pekerja dengan tempat kerja.
Selain itu, kedekatan antara rumah seseorang dengan tempat kerja mereka juga dinilai dapat menghemat BBM yang digunakan karena kedekatan antara kedua lokasi tersebut.
Masalah lain yang timbul akibat kesalahan dalam hal tata ruang adalah munculnya musibah seperti banjir. Contohnya, dalam perencanaan pada zaman penjajahan Belanda, Jakarta memiliki sekitar 300 waduk. Namun kini waduk yang tersisa tinggal 30.
Selain itu, hutan bakau serta ruang terbuka hijau yang dulu banyak dimiliki Jakarta kini sudah beralih menjadi perumahan, pusat perbelanjaan, hingga properti lainnya.

Sumber:


Peraturan (RTRW) Kota Bogor

Ruang Terbuka Hijau di Kota Bogor Bertambah 14 Persen

Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, Jawa Barat, menambah jumlah ruang terbuka hijau publik dari 13 persen menjadi 14 persen di tahun 2015 ini yang meliputi taman, jalur hijau dan hutan kota.
"Tahun 2014 Kota Bogor baru memiliki RTH sebesar 13 persen. Dengan adanya penambahan taman baik besar dan kecil, di tahun 2015 ini jumlahnya bertambah menjadi 14 persen," kata Kepala Bidang Pertamanan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor, Yadi Cahyadi saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (18/3).
Ia mengatakan, tahun ini Pemerintah Kota Bogor akan membangun ruang terbuka hijau publik seluas 2 hektar di Taman Heulang, lokasi tersebut akan dilengkapi tempat pengolahan sampah, bank sampah, serta taman pembibitan.
"Disana akan digunakan sebagai kawasan untuk anak-anak belajar pembibitan tanaman obat-obatan, ada juga bank sampah dan pengolahannya," kata dia.
Selain Taman Heulang, juga sudah diusulkan beberapa lokasi ruang terbuka hijau baru yang akan segera dibangun seperti Hutan kota di Jalan Ahmad Yani, jalur hijau di sepanjang R3 dan median bawah jalan tol di Jalan Sholis Iskandar.
Total dana yang dibutuhkan untuk membangun tiga taman tersebut adalah Rp10,2 miliar dimana Rp3,2 miliar untuk membangun taman yang berasal dari APBD 2015, sisanya untuk penataan peningkatan kualitas taman.
"Tahun ini kita harapkan selesai," katanya.
Berbeda dengan Hutan Kota Ahmad Yani yang proses pengerjaannya terpisah dari tiga taman yang akan dibangun tahun ini, saat ini masih dalam pengerjaan menunggu bantuan dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
Dikatakannya, sebagai Kota Metropolitan yang memiliki luas wilayah sekitar 11.850 hektar jumlah ruang terbuka hijau publik sebesar 14 persen merupakan pencapaian terbaik, karena belum banyak kota-kota besar di Jawa Barat maupun di Indonesia yang mampu memenuhi sebesar 10 persen.
"Karena Kota Bogor memiliki luas wilayah yang terbatas, untuk memaksimalkan ruang terbuka hijau sebesar 20 persen kami berupaya membangun taman di kawasan yang sudah tersedia dan memanfaatkan ruang-ruang privat milik warga, seperti perumahan," katanya.
Ia mengatakan pembangunan taman di Kota Bogor mulai diperbanyak sejak tahun 2011 dan memiliki multifungsi. Sampai akhir 2014 sudah ada 27 taman aktif yang dibangun baik ukuran kecil maupun besar.
Taman-taman tersebut diantaranya yang berukuran besar yakni Taman Kencana, Taman Malabar 1 dan Malabar 2, Taman Perangin, Taman Palupuh, Taman Cipaku, Taman Lereng Lapangan Sumpur, Taman Perlintasan Jalan Padjajaran, dan masih banyak lainnya yang berukuran kecil-kecil.
Yadi menambahkan Pemerintah Kota Bogor memiliki target untuk membangun taman 1 hektar setiap tahunnya.
Sebagai upaya mewujudkan Bogor Kota Sejuta Taman, sekaligus mencukup jumlah ruang terbuka publik sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang yang mewajibakan RTH minimal sebesar 20 persen.

Menurut saya dengan bertambahnya RTH di Kota Bogor, dapat membuat Bogor menjadi Kota yang lebih hijau dari sebelumnya sehingga penduduk dapat terkena dampak positif dari banyaknya RTH di Kota Bogor.

Sumber :