studentsite

Rabu, 21 Oktober 2015

tugas softskill


HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN
 
 





Disusun oleh :
                   Ahmad Shafari Soleh                        
20313465


KELAS :
                                                                          3TB06        



PERATURAN TATA RUANG WILAYAH(RT/RW)
KOTA DEPOK









FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
DEPOK
2015








KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT, Kita panjatkan puja dan puji syukur atas  kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang bertujuan untuk memenuhi salah satu Tugas Softskill Hukum dan Pranata Pembangunan.
            Makalah ilmiah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
            Terlepas dari semua itu, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
            Akhir kata penulis berharap semoga makalah ilmiah tentang Hukum dan Pranata Pembangunan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.



Bogor, 14 Oktober 2015


Penulis


                              
                                                                
                                                                                               
                                                                                                            
BAB I
PENDAHULUAN
1.1                        Latar Belakang
Perencanaan tata ruang (bahasa Inggris: spatial planning) merupakan metode-metode yang digunakan oleh sektor publik untuk mengatur penyebaran penduduk dan aktivitas dalam ruang yang skalanya bervariasi. Perencanaan tata ruang terdiri dari semua tingkat penatagunaan tanah, termasuk perencanaan kotaperencanaan regionalperencanaan lingkungan, rencana tata ruang nasional, sampai tingkat internasional seperti Uni Eropa.
Salah satu definisi awal perencanaan tata ruang diambil dari European Regional/Spatial Planning Charter (disebut juga Torremolinos Charter), yang diadopsi pada tahun 1983 oleh Konferensi Menteri Eropa yang bertanggung jawab atas Regional Planning (CEMAT), yang berbunyi: "Perencanaan tata ruang memberikan ekspresi geografis terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi, sosial, budaya, dan ekologis. Perencanaan tata ruang juga merupakan sebuah ilmu ilmiah, teknik administrasi, dan kebijakan, yang dikembangkan sebagai pendekatan lengkap dan antar-ilmu, yang diarahkan kepada pengembangan regional dan organisasi fisik terhadap sebuah strategi utama."

1.2                        Rumusan masalah
1.      Perngertian Rencana Peraturan Tata Ruang Wilayah (RT/RW)?
2.      Tujuan Kebijakan dan Srategi Tata Ruang Kota?
1.3            Tujuan
1.      Mengetahui Peraturan Tata Ruang Wilayah (RT/RW) Khusunya Kota Depok.
2.      Memahami Pasal yang Menyangkut Tata Ruang Wilayah (RT/RW) Khusunya Kota Depok.


BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Depok.
1. Kebijakan, pendekatan, dan strategi pengembangan tata ruang untuk tercapainya tujuan pemanfaatan ruang yang berkualitas.
2. Tujuan pemanfaatan ruang wilayah Kota Depok untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
3. Struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah Kota Depok.
4. Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kota Depok
2.2  Kota Penyanggah
Pada dasarnya arahan Kota Depok menjadi Kota Penyanggatetap harus mempertimbangkan semangat otonomi daerah dan kemandirian kota menuju kota yang mampu berkembang mengimbangi fungsi Jabotabek, yaitu dengan fungsinya sebagai Kota Counter Magnet. Keadaan ini diharapkan akan menimbulkan terciptanya ketergantungan yang saling menguntungkan, baik bagi Kota Depok sendiri maupun wilayah sekitarnya.
2.3  Ruang Lingkup
Ruang lingkup wilayah RTRW Kota Depok adalah Daerah dengan batas yang ditentukan berdasarkan aspek administratif mencakup ruang daratan termasuk ruang di dalam bumi serta ruang udara. Serta batas-batas wilayah adalah :
sebelah utara berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta.
sebelah timur berbatasan dengan Kota Bekasi danKabupaten Bogor.
sebelah selatan dibatasi oleh Kabupaten Bogor.
2.4  Peraturan Kota Depok
·        PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA DEPOK TAHUN 2000 – 2010. Dengan Persetujuan Bersama : DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA DEPOK DAN WALIKOTA DEPOK MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 12 TAHUN 2001TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA DEPOK TAHUN 2000 – 2010.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 12 Tahun 2001 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok Tahun 2000-2010 (Lembaran Daerah Nomor 45) diubah sebagai berikut :

1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Kota adalah Kota Depok.
2. Pemerintah Kota adalah Pemerintah Kota Depok 3. Walikota adalah Walikota Depok.
4. DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Depok.
5. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok yang selanjutnya disingkat RTRW Kota adalah strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Kota.
6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah Kota, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
7. Tata ruang adalah wujud struktur dan pola ruang.
8. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan system jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan social ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
9. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
10. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
11. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang akan meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.
12. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam penataan ruang.
13. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat.
14. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
15. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
16. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata
ruang.
17. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan danpelaksanaan program serta pembiayaannya.
18. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.
19. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
20. Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR) adalah salah satu hasil perencanaan tata ruang yang disusun sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruang yang penetapan kawasannya tercakup di dalam rencana tata ruang wilayah, terdiri atas rencana tata ruang pulau dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional, rencana tata ruang kawasan strategis provinsi dan rencana detail tata ruang kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kota;
21. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) adalah bagian dari hierarki Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR) yang merupakan penjabaran dan operasionalisasi rencana tata ruang wilayah/rencana umum tata ruang yang dalam pelaksanaannya tetap memperhatikan aspirasi masyarakat yang dijadikan sebagai dasar bagi penyusunan peraturan zonasi.
22. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi dan/atau aspek fungsional.
23. Bagian Wilayah Kota (BWK) adalah pembagian wilayah perencanaan berdasarkan fungsi dan wilayah pengaruh dari masing-masing pusat kegiatannya.
24. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya.
25. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
26. Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
27. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
28. Tujuan adalah nilai-nilai dan kinerja yang mesti dicapai dalam pembangunan Kota berkaitan dalam kerangka visi dan misi yang telah ditetapkan.
29. Strategi Pengembangan adalah langkah-langkah penataan ruang dan pengelolaan kota yang perlu dilakukan untuk mencapai visi dan misi pembangunan kota yang telah ditetapkan.
30. Kawasan pengembangan adalah wilayah-wilayah yang berpotensi untuk dikembangkan terutama dalam rangka menarik perkembangan kota ke arah yang diinginkan.
31. Kawasan preservasi adalah kawasan yang fungsinya perlu dipelihara keberadaannya.
32. Kawasan peremajaan adalah kawasan dengan kondisi lingkungan yang buruk dan perlu ditingkatkan karena fungsinya yang strategis bagi perkembangan kota atau mempunyai dampak terhadap turunnya kinerja kota.
33. Kawasan Resapan Air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi yang berguna sebagai sumber air maupun bagian dari upaya pengendalian banjir.
34. Kawasan Permukiman adalah Kawasan yang diarahkan dan diperuntukan bagi pengembangan permukiman atau tempat tinggal, hunian beserta prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur.
35. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
36. Kawasan hijau lindung adalah bagian dari kawasan hijau yang perlu dillestarikan untuk tujuan perlindungan habitat setempat maupun untuk tujuan perlindungan wilayah yang lebih luas.
37. Kawasan hijau binaan adalah bagian dari kawasan hijau diluar kawasan hijau lindung untuk tujuan penghijauan yang dibina melalui pengamanan, pengembangan, pemeliharaan maupun pemulihan vegetasi yang diperlukan dan didukung fasilitasnya yang diperlukan baik untuk sarana ekologis maupun sarana sosial kota yang dapat didukung fasilitas sesuai keperluan untuk fungsi penghijauan tersebut.
38. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
39. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
40. Kawasan strategis kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
41. Kawasan Bangunan Umum adalah Kawasan yang diarahkan dan diperuntukan bagi pengembangan perkantoran, perdagangan dan jasa, pemerintahan, dan fasilitas umum/fasilitas sosial beserta fasilitas penunjangnya.
42. Kawasan Campuran adalah kawasan yang diarahkan dan diperuntukan bagi pengembangan kegiatan campuran bangunan umum dengan permukiman beserta fasilitasnya.
43. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang yang bernilai tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
44. Industri yang ramah lingkungan adalah industri yang tidak menghasilkan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) dan tidak menggunakan air tanah secara berlebihan.
45. Kawasan Industri adalah kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pengembangan industri beserta fasilitas penunjangnya.
46. Areal Jasa Pergudangan adalah areal atau daerah yang diarahkan dan diperuntukan bagi pengembangan sebagai fasilitas penunjang kegiatan industri dan perdagangan.
47. Bagian Wilayah Kota atau selanjutnya disingkat BWK adalah kawasan yang diarahkan bagi pemusatan berbagai kegiatan campuran maupun spesifik, memiliki fungsi strategis dalam menarik berbagai kegiatan pemerintahan, sosial, ekonomi, dan budaya.
48. Kawasan Wisata adalah Kawasan dan/atau bangunan-bangunan yang memiliki nilai sejarah dan nilai-nilai lain yang dianggap penting untuk dilindungi dan dikembangkan untuk kepentingan pendidikan, penelitian, dokumentasi, dan kepariwisataan.
49. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disebut KDB adalah angka prosentase berdasarkan perbandingan jumlah luas lantai dasar bangunan terhadap luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota.
50. Koefisien Lantai Bangunan, yang selanjutnya disebut KLB, adalah besaran ruang yang dihitung dari angka perbandingan jumlah luas seluruh lantai bangunan terhadap luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana teknis ruang kota.
51. Koefisien Dasar Hijau, yang selanjutnya disebut KDH, adalah angka prosentase berdasarkan perbandingan jumlah luas lahan terbuka untuk penanaman tanaman dan/atau peresapan air terhadap luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai dengan rencana kota.
52. Situ adalah suatu wadah genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk secara alami maupun buatan, yang airnya berasal dari tanah atau air permukaan sebagai siklus hidrologi yang potensial dan merupakan salah satu bentuk kawasan lindung.
53. Danau adalah sejumlah air (tawar atau asin) yang terakumulasi di suatu tempat yang cukup luas, yang dapat terjadi karena mencairnya gletser, aliran sungai atau karena adanya mata air.
54. Kawasan sekitar Danau/Situ adalah kawasan tertentu disekeliling danau/situ yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau/situ.
55. Garis sempadan adalah garis batas luar pengaman untuk mendirikan bangunan dan/atau pagar yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, tepi luar kepala jembatan, tepi sungai, tepi saluran, kaki tanggul, tepi situ/danau/rawa, tepi waduk, tepi mata air, as rel kereta api, jaringan tenaga listrik, pipa gas.
56. Taman hutan raya adalah kawasan alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.
57. Kawasan budidaya pertanian lahan basah adalah kawasan budidaya pertanian yang memiliki sistem pengairan tetap yang memberikan air secara terus menerus sepanjang tahun, musiman atau bergilir dengan tanaman utama padi.
58. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau daerah dengan nama dan bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau organisasi yang sejenis, Lembaga, Dana Pensiun, bentuk usaha tetap serta badan usaha lainnya.
59. Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya dapat disebut penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
60. Penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disingkat PPNS adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kota Depok yang diberi wewenang Khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan terhadap Pelanggaran Peraturan Daerah yang memuat Ketentuan pidana.



2. Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
(1) Lingkup wilayah RTRW Kota adalah Daerah dengan batas yang ditentukan berdasarkan aspek administratif mencakup ruang daratan seluas 20.029 Ha termasuk ruang di dalam bumi serta ruang udara.
(2) Batas-batas wilayah adalah sebelah utara berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta, sebelah timur berbatasan dengan Kota Bekasi dan Kabupaten Bogor, sebelah selatan dibatasi oleh Kabupaten Bogor, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Bogor.

3. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
Yang termasuk dalam Kawasan Pengembangan yaitu:
a. Kecamatan Beji diarahkan untuk kawasan perdagangan dan jasa, pendidikan tinggi dan permukiman kepadatan sedang sampai tinggi;
b. Kecamatan Pancoran Mas diarahkan untuk kawasan pendidikan, pusat perkantoran, perumahan kepadatan sedang sampai tinggi, perdagangan dan jasa, pertanian, kawasan wisata, prasarana system pengelolaan persampahan kota serta kawasan tertentu;
c. Kecamatan Limo diarahkan untuk kawasan permukiman kepadatan sangat rendah sampai sedang, perdagangan dan jasa, serta pertanian;
d. Kecamatan Sawangan diarahkan untuk kawasan permukiman kepadatan sangat rendah sampai sedang, agribisnis, pertanian, industri ringan yang ramah lingkungan, prasarana sistem pengelolaan persampahan kota, jasa pergudangan, sentra niaga dan budaya serta kawasan wisata;
e. Kecamatan Sukmajaya diarahkan untuk kawasan permukimar kepadatan rendah, sedang dan tinggi, perdagangan dan jasa, kawasan tertentu, prasarana sistem pengelolaan limbah domestic kota, serta industri yang ramah lingkungan; dan
f. Kecamatan Cimanggis diarahkan untuk kawasan permukiman kepadatan sangat rendah sampai sedang, perdagangan dan jasa, pertanian, kawasan wisata, prasarana sistem pengelolaan persampahan kota serta industri ramah lingkungan, dan jasa pergudangan.



4. Ketentuan Pasal 9 ayat (2) huruf a diubah sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9
(1) Kawasan yang termasuk dalam kategori Kawasan Preservasi adalah kawasan lindung yang fungsinya perlu dipertahankan Keberadaannya.
(2) Kawasan yang termasuk Kawasan Preservasi yaitu :
a. Kawasan perlindungan setempat mencakup sempadan sungai sepanjang Sungai Angke, Pasanggrahan, Saluran Cisadane Empang/Kali Baru Barat, Saluran Cisadane Empang/Kali Baru Tengah, Sungai Ciliwung, Saluran Ciliwung Katulampa, Sungai Citatah Sunter, Sungai Cikeas dan anak-anak sungai lainnya serta Kawasan perlindungan sempadan situ/danau mencakup 30 buah situ/danau yang tersebar di dalam kota;
b. Cagar Bangunan Kota Lama sebagai bagian dari sejarah pembentukan Kota Depok yang perlu dijaga dan dipertahankan terletak di Kecamatan Pancoran Mas;
c. Taman Hutan Raya (Tahura) di Pancoran Mas dan Hutan Kota di Kecamatan Beji.
(3) Ketentuan mengenai kawasan sempadan sungai dan sempadan situ/danau tercantum pada Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
5. Ketentuan Pasal 14 ditambah 1 (satu) ayat yaitu ayat (5), sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 14
(1) Kawasan Permukiman terdiri atas Kawasan permukiman dengan Kepadatan bangunan sangat rendah, rendah, sedang dan tinggi dengan Kriteria sebagai berikut :
a. Kepadatan bangunan sangat rendah yaitu dengan Koefisien Dasar Bangunan < 35%;
b. Kepadatan bangunan rendah yaitu dengan Koefisien Dasar Bangunan antara 35-45%;
c. Kepadatan bangunan sedang yaitu dengan Koefisien Dasar Bangunan antara 45 60%;dan
d. Kepadatan bangunan tinggi yaitu dengan Koefisien Dasar Bangunan antara 60-75%.
(2) Setiap Kawasan permukiman secara bertahap dilengkapi dengan sarana lingkungan yang jenis dan jumlahnya disesuaikan dengan Kebutuhan masyarakat setempat berdasarkan standard fasilitas umum dan fasilitas sosial.
(3) Fasilitas umum dan fasilitas sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a. Fasilitas pendidikan;
b. Fasilitas kesehatan;
c. Fasilitas peribadatan;
d. Fasilitas olahraga dan lapangan terbuka;
e. Fasilitas kesenian dan kebudayaan;
f. Fasilitas rekreasi;
g. Fasilitas pelayanan pemerintah dan pelayanan umum;
h. Fasilitas perbelanjaan dan niaga;
i. Fasilitas pemakaman;dan
j. Fasilitas transportasi.
(4) Bangunan Campuran pada Kawasan permukiman terdiri dari campuran antara perumahan dengan jasa, perdagangan, industri Kecil dan atau industri rumah tangga secara terbatas beserta fasilitasnya.
(5) Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan, pembangunan fisik kota dapat dilakukan secara vertikal di kawasan pusat pertumbuhan dengan menetapkan pola intensitas ruang dengan ketentuan:
a. penetapan nilai komponen intensitas ruang dimulai dari penetapan besaran ruang menurut nilai KDB sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII dan Lampiran IX serta nilai KLB, sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini; dan
b. ketentuan mengenai arahan jenis kegiatan yang diijinkan dalam pemanfaatan ruang tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
6. Ketentuan Pasal 15 ayat (3) diubah sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15
(1) Pengembangan Konsep struktur Kota berdasarkan adanya potensi Kecenderungan dan mengarah pada faktor pembentukan struktur ruang yang optimal.
(2) Dasar pertimbangan perencanaan yang digunakan yaitu Kota Depok dalam perannya sebagai penyangga dan penyeimbang yang diharapkan dapat menumbuhkan kegiatan yang bisa mendorong perkembangan Kota dan dapat melayani wilayah sekitarnya.
(3) Rencana pemanfaatan ruang dan Tabel Rencana Pemanfaatan Ruang Kota Depok sampai dengan tahun 2010 diarahkan sebagaimana tercantum pada Lampiran II dan Lampiran III Peraturan Daerah ini.


7. Ketentuan Pasal 16 ayat (2) diubah sehingga Pasal 16 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 16
(1) Konsep struktur tata ruang kota dikembangkan dengan memperhatikan potensi sumber daya, pengembangan infrastruktur, serta jenis dan pola sebaran kegiatan yang akan berkembang sesuai dengan fungsi kota yang dituju.
(2) Berdasarkan pertimbangan pola sebaran kegiatan dan fungsi, secara makro konsep pengembangan struktur ruang kota memiliki ciri:
a. wilayah Utara-Timur: fungsi jasa perdagangan dan jasa, industri, perkantoran, pendidikan, pemukiman kepadatan sedang sampai tinggi;dan
b. wilayah Selatan-Barat: fungsi pertanian/agroindustri, pusat perdagangan dan jasa, budaya, pendidikan, wisata, perkantoran, industri yang ramah lingkungan, perdagangan dan jasa, serta permukiman kepadatan sangat rendah sampai sedang.
(3) Rencana Orientasi dan Intensitas Pemanfaatan Ruang sebagaimana tercantum pada Lampiran I Peraturan Daerah ini.

8. Ketentuan Pasal 19 ditambahkan 2 (dua) ayat yaitu ayat (6) dan ayat (7), sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 19
(1) Peningkatan integrasi antara berbagai modal angkutan sehingga dapat diperoleh jasa layanan angkutan terpadu.
(2) Peningkatan pelayanan angkutan umum dilakukan dengan upaya Optimalisasi, perbaikan fisik dan pembangunan prasarana baru.
(3) Peningkatan Kelancaran lalu lintas Kendaraan dilakukan melalui upaya optimalisasi pemanfaatan ruang lalu lintas, perbaikan fisik, dan pembangunan prasarana baru serta Kualitas lingkungan hidup.
(4) Pembangunan fasilitas yang memadai untuk menumbuhkan budaya berjalan kaki dan Kendaraan tak bermotor terutama untuk jarak perjalanan yang relatif pendek.
(5) Peningkatan Ketertiban dan Keselamatan berlalu lintas dilakukan melalui peningkatan disiplin lalu lintas bagi seluruh pengguna jalan, peningkatan pengawasan Kelaikan Kendaraan, serta pembangunan fasilitas-fasilitas yang mendukung Keselamatan lalu lintas.
(6) Pengembangan sistem transportasi meliputi:
a. rencana pengembangan jalan meliputi pembangunan ruas jalan tol Jagorawi-Cinere (JORR II-Jakarta Outer Ring Road II) dan Rencana jalan tol Bojonggede-Citayam-Pangeran Antasari serta pembangunan jalan arteri primer, arteri sekunder, kolektor primer, dan kolektor sekunder dengan memperhatikan ketentuan teknis yang berlaku;dan
b. Rencana pembangunan terminal penumpang tipe A di Kelurahan Jatijajar dan beberapa sub terminal yang tersebar di beberapa bagian wilayah kota.
(7) Penataan dan pengembangan sistem layanan transportasi diatur lebih lanjut dalam Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) yang ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
9. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 22
(1) Pengelolaan sampah diarahkan dengan:
a. meningkatkan cakupan pelayanan persampahan hingga daerah yang lebih luas;
b. meningkatkan kualitas lingkungan kota termasuk peningkatan kualitas pengelolaan Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) Sampah dan peningkatan kualitas lingkungan disekitar TPA, yang berlokasi di TPA Cipayung serta penetapan lokasi Tempat Pengelolaan Sementara (TPS) sampah yang tersebar di setiap pusat kegiatan perkotaan;
c. meminimalisasi sampah dari sumbernya untuk mengurangi beban tempat pengelolaan akhir (TPA) sampah.
d. pembuatan sistem pengelolaan sampah, termasuk penyediaan sarana pengelolaan sampah yang tersebar di tiap-tiap kecamatan; dan
e. mengembangkan skema alternatif kerjasama dengan berbagai pihak dalam pengelolaan sampah untuk mengantisipasi keterbatasan lahan di TPA Cipayung.
(2) Pengelolaan sampah dilakukan dengan melibatkan masyarakat secara aktif.
10.Ketentuan Pasal 31 diubah sehingga Pasal 31 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 31
(1) Kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.
(2) Pengendalian pemanfaatan ruang didukung oleh data spasial melalui sistem informasi geografis yang memadai untuk mengoptimalkan kegiatan pengawasan.
(3) Sebagai bentuk pengendalian pemanfaatan ruang, Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dilengkapi dengan:
a. RDTR/RRTR; dan
b. standar-standar teknis operasional pemanfaatan ruang.

11.Diantara pasal 31 dan Pasal 32 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 31A, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 31A
Koordinasi pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan oleh Walikota melalui Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Kota (BKPRD), dengan melibatkan peran serta masyarakat.
12.Diantara Bab VII dan Bab VIII disisipkan 1 (satu) bab yakni Bab VII A sehingga berbunyi sebagai berikut:
BAB VII A
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 44A
(1) Sanksi administratif dikenakan kepada setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 43.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;dan
g. pembongkaran bangunan.
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administrative
(3) Tata cara pelaksanaan dan penetapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota.

13.Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 47
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini digambarkan dalam Peta Rencana Pemanfaatan Ruang Kota dengan tingkat ketelitian minimal berskala 1 : 25.000 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

14.Diantara Pasal 53 dan Pasal 54 disisipkan 2 (dua) pasal, yaitu Pasal 53A dan Pasal 53B, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 53A
Segala ketentuan dalam Peraturan Daerah ini, yang terkait dengan penetapan batas wilayah setelah dilakukannya pembentukan kecamatan baru, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan, ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Walikota.
Pasal 53B
Peraturan Daerah ini berlaku hingga tahun 2010 dan pada tahun 2009 Pemerintah Kota Depok akan menyusun Peraturan Daerah baru tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangan yang berlaku.
15.Setelah BAB XI ditambah 1 (satu) bab, yaitu BAB XII yang berbunyi sebagai berikut:
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 54
Pada saat peraturan Daerah ini mulai berlaku, Lampiran I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX pada Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok Tahun 2000-2010 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal II
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Depok.


BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berpeganagn kepada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon, maka status Kota Depok berubah menjadi Kota. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu disusun suatu Rencana Kota yang strategis, guna mewujudkan perencanaan Kota Depok yang terpadu dan terarah. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 12 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok Tahun 2000-2001 telah memasuki tahun ke-lima, dimana telah dilaksanakan evaluasi terhadap perda tersebut pada tahun 2005.
Pada dasarnya arahan Kota Depok menjadi Kota Penyangga tetap harus mempertimbangkan semangat otonomi daerah dan kemandirian kota menuju kota yang mampu berkembang mengimbangi fungsi Jabotabek, yaitu dengan fungsinya sebagai Kota Counter Magnet. Keadaan ini diharapkan akan menimbulkan terciptanya ketergantungan yang saling menguntungkan, baik bagi Kota Depok sendiri maupun wilayah sekitarnya. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok yang dimaksud merupakan penjabaran dan strategi dari arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah Nasional ke dalam strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah Kota Depok yang meliputi:
a. Kebijakan, pendekatan, dan strategi pengembangan tata ruang untuk tercapainya tujuan pemanfaatan ruang yang berkualitas.
b. Tujuan pemanfaatan ruang wilayah Kota Depok untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
c. Struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah Kota Depok.
d. Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kota Depok.
3.2 Saran
Dengan mengetahui dan memahami salah satu peraturan Tata Ruang Kota dan wilayah khususnya kota Depok, diharapkan baik Masyarakat maupun Mahasiswa/i dapat menggunakan lahan sesuai dengan yang sudah diatur, agar terjadi keseimbangan tata ruang kota dan wilayah. Sehingga pembangunan dapat berjalan sesuai dengan peraturan daerah yang belaku.







DAFTAR PUSTAKA :