Kritik
arsitektur bangunan pra-kolonial yaitu arsitektur Budha dan arsitektur Islam,
untuk arsitektur Buddha bangunan Candi Borobudur dan untuk
arsitektur Islam bangunan Masjid Agung Yogyakarta. Kritik ini menggunakan
kritik deskriptif yaitu mengkritisi suatu karya arsitektur dengan cara
mendeskripsikan berdasarkan kenyataan atau fakta. Dan menggunakan metode
kontekstual merupakan metode yang membahas dengan teliti untuk lebih mengerti
suatu karya arsitektur tersebut.
Arsitektur Budha (Candi
Borobudur)
Borobudur adalah sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Borobudur adalah candi atau kuil Buddha terbesar di dunia sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di dunia.
(Gambar Perspektif Candi Borobudur)
Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha. Borobudur memiliki koleksi relief Buddha terlengkap dan terbanyak di dunia. Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).
(Gambar Arca dan Stupa Candi)
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha. Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan
Struktur Bangunan
Sekitar 55.000 meter kubik batu andesit diangkut dari tambang batu dan tempat penatahan untuk membangun monumen ini. Batu ini dipotong dalam ukuran tertentu, diangkut menuju situs dan disatukan tanpa menggunakan semen. Struktur Borobudur tidak memakai semen sama sekali, melainkan sistem interlock (saling kunci) yaitu seperti balok-balok lego yang bisa menempel tanpa perekat. Batu-batu ini disatukan dengan tonjolan dan lubang yang tepat dan muat satu sama lain, serta bentuk "ekor merpati" yang mengunci dua blok batu. Relief dibuat di lokasi setelah struktur bangunan dan dinding rampung.
Monumen ini dilengkapi dengan sistem drainase yang cukup baik untuk wilayah dengan curah hujan yang tinggi. Untuk mencegah genangan dan kebanjiran, 100 pancuran dipasang disetiap sudut, masing-masing dengan rancangan yang unik berbentuk kepala raksasa kala atau makara.
Perancangan Borobudur menggunakan satuan ukur tala, yaitu panjang wajah manusia antara ujung garis rambut di dahi hingga ujung dagu, atau jarak jengkal antara ujung ibu jari dengan ujung jari kelingking ketika telapak tangan dikembangkan sepenuhnya. Tentu saja satuan ini bersifat relatif dan sedikit berbeda antar individu, akan tetapi satuan ini tetap pada monumen ini. Penelitian pada 1977 mengungkapkan rasio perbandingan 4:6:9 yang ditemukan di monumen ini. Arsitek menggunakan formula ini untuk menentukan dimensi yang tepat dari suatu fraktal geometri perulangan swa-serupa dalam rancangan Borobudur. Rasio matematis ini juga ditemukan dalam rancang bangun Candi Mendut dan Pawon di dekatnya. Arkeolog yakin bahwa rasio 4:6:9 dan satuan tala memiliki fungsi dan makna penanggalan, astronomi, dan kosmologi. Hal yang sama juga berlaku di candi Angkor Wat di Kamboja.
Struktur bangunan dapat dibagi atas tiga bagian: dasar (kaki), tubuh, dan puncak. Dasar berukuran 123×123 m (403.5 × 403.5 ft) dengan tinggi 4 meter (13 ft). Tubuh candi terdiri atas lima batur teras bujur sangkar yang makin mengecil di atasnya. Teras pertama mundur 7 meter (23 ft) dari ujung dasar teras. Tiap teras berikutnya mundur 2 meter (6.6 ft), menyisakan lorong sempit pada tiap tingkatan. Bagian atas terdiri atas tiga teras melingkar, tiap tingkatan menopang barisan stupa berterawang yang disusun secara konsentris. Terdapat stupa utama yang terbesar di tengah; dengan pucuk mencapai ketinggian 35 meter (115 ft) dari permukaan tanah. Tinggi asli Borobudur termasuk chattra (payung susun tiga) yang kini dilepas adalah 42 meter (138 ft) . Tangga terletak pada bagian tengah keempat sisi mata angin yang membawa pengunjung menuju bagian puncak monumen melalui serangkaian gerbang pelengkung yang dijaga 32 arca singa.
Arsitektur
Islam (Masjid Agung Yogyakarta)
Masjid
Agung Yogyakarta terletak di Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan,
Kotamadia Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Batas-batas masjid
adalah sebelah utara berbatasan dengan perkampungan penduduk, sebelah selatan
berbatasan dengan jalan kauman, sebelah timur berbatasan dengan alun-alun,
sedangkan sebelah barat perkampungan penduduk.
Masjid
Agung Yogyakarta merupakan suatu kompleks dengan luas keseluruhan 16.000 m²
yang dipisahkan dari daerah sekitarnya oleh pagar keliling. Bangunan terdiri
atas serambi, ruang utama, bangunan samping (pawestren), dan bangunan lainnya.
Serambi
Masjid
Agung Yogyakarta memiliki dua serambi yaitu serambi depan/utama dan serambi
gang atau serambi pabongan yang terletak di sebelah utara masjid. Bangunan
serambi ini ditopang oleh 8 tiang utama dan 16 tiang tambahan. Di serambi utama
terdapat satu buah bedug, sedangkan kentongan tidak ada. Bedug ini merupakan
tiruan, sedangkan bedug asli disimpan di keraton. Serambi pabongan terletak di
sebelah utara masjid,serambi ini merupakan bangunan tertutup yang memiliki lima
buah pintu. Serambi ini biasanya dipergunakan untuk kegiatan khitanan.
(Gambar Serambi Masjid Agung
Yogyakarta)
Ruang
utama
Ruang
utama memiliki empat buah pintu. Dalam ruang utama ini terdapat
prasasti-prasasti yang terdiri dari: tiga buah prasasti memakai huruf Arab dan
Jawa menyebut tentang pembangunan masjid, tiga buah prasasti menyebut tentang
pembuatan serambi masjid dan perbaikan serambi, sedangkan satu buah prasasti
lainnya menyebut tentang penggantian lantai ruang utama. Ruang utama masjid
ditopang oleh empat buah soko guru (tiang utama) dan 12 buah tiang soko rowo
(tiang tambahan). Atap ruang utama berbentuk tumpang tingkat tiga.
(Gambar langit – langit masjid
agung Yogyakarta)
Mihrab
dan Mimbar
Bentuk
mihrab yaitu relung setengah lingkaran, dan di sisi kiri-kanan mihrab terdapat
hiasan bunga dan tulisan Arab. Sedangkan secara garis besar mimbar terdiri
atas: bagian dasar, dudukan, dan sandaran.
Maksurah
dan Pawestren
Maksurah
atau tempat shalat para raja atau penguasa, hiasan yang terdapat di maksurah
adalah hiasan ceplok bunga yang ditempatkan pada silangan pertemuan papan kayu.
Sedangkan pawestren pada masjid ini letaknya di sebelah kanan ruang utama,
bangunan ini dipergunakan untuk tempat shalat kaum wanita. Dalam pawestren ini
terdapat prasasti yang memuat angka tahun 1767 Jawa yang menyebut tentang
fungsi pawestren.
Bangunan
lain
- Tempat Wudhu
Bangunan
tempat wudhu ada dua buah yaitu tempat wudhu untuk wanita dan tempat wudhu
pria.
- Makam
Makam
terletak di halaman belakang masjid. Tokoh yang dimakamkan diantaranya makam
Nyai Ahmad Dahlan (istri Haji Ahmad Dahlan).
- Pagongan
Bangunan
pagongan dipergunakan untuk menempatkan seperangkat gamelan pada waktu perayaan
sekaten. Dalam masjid ini terdapat dua pagongan yaitu pagongan utara dan
pagongan selatan.
- Bangunan Sekretariat Takmir Masjid Besar
Yogyakarta
Bangunan
ini terletak di halaman utara masjid, berfungsi sebagai tempat untuk mengurus
kelangsungan siar Islam.
- Bangunan Perpustakaan
Bangunan
ini dahulu digunakan untuk tempat istirahat prajurit keraton ketika mengawal
raja sewaktu berada di Masjid Agung Yogyakarta pada hari-hari tertentu.
- Regol Depan
Regol
adalah pintu masuk ke Masjid Agung Yogyakarta terletak di sebelah timur masjid.
Sejarah
Masjid
Agung Yogyakarta dibangun pada tahun 1773 M. Hal ini dapat dilihat pada dua
buah prasasti yang menempel di dinding luar sisi timur ruang utama masjid.
Prasasti yang berada di sebelah kanan pintu utama terdiri dari enam baris
memakai huruf dan bahasa Arab. Sedangkan yang berada di sebelah kiri pintu
utama menggunakan bahasa dan huruf Jawa.
Seluruh kompleks Masjid ini dikelilingi oleh pagar tembok tinggi di mana pada bagian utara terdapat Dalem Pengulon yaitu tempat tinggal serta kantor abdi dalem pengulu, serta di sebelah barat masjid terdapat beberapa makam yang diantaranya adalah makam Nyai Ahmad Dahlan. Abdi dalem pengulu inilah yang membawahi para abdi dalem bidang keagamaan lainnya, seperti abdi dalem pamethakan, suronoto, modin,
Kawasan di sekitar masjid merupakan kawasan pemukiman para santri ataupun ulama. Pemukiman tersebut lebih dikenal dengan nama Kauman dan Suronatan. Dalam perjalanan histories Yogyakarta, kehidupan religius di kampung tersebut menjadi inspirasi dan tempat yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya gerakan keagamaan Muhammadyah pada tahun 1912 M yang dipimpin oleh K.H.A. Dahlan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar