Definisi
Ekologi
Istilah ekologi pertama kali
diperkenalkan oleh Emst Haeckel, ahli dari ilmu hewan pada tahun 1869 sebagai
ilmu interaksi dari segala jenis makhluk hidup dan lingkungan. Ekologi
adalah ilmu yang mempelajari antara organisme dengan suatu lingkungan dan
lainnya. Ekologi berasal dari
bahasa yunani yang berarti “oikos” (Habitat) dan “Logos (Ilmu).
Ekologi juga dapat diartikan sebagai Ilmu yang
mempelajari interaksi antar makhluk hidup ataupun makhluk hidup dengan
lingkungannya berada. (Frick
Heinz, Dasar-dasar Ekoarsitektur, 1998).
Di daalam ekologi, makhluk
hidup juga dipelajari sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya.
Ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst
Haeckel (1834 – 1914).
Ekologi dan Arsitektur
Arsitektur dan ekologis sangat erat sebagaimana
memanfaatkan potensi alam sebaik mungkin guna menciptakan desain go green.
berikut keterikatan antara pola perencanaan
Arsitektur dengan ekologis :
1. Dinding. Dinding suatu bangunan harus
melindungi dari panas di luar, guna dinding yaitu untuk menyerap panas agar
tidak masuk ke dalam rumah hunian. dan bangunan yang menyerap udara alami
dengan udara segar dapat menghemat energi.
2. Atap. Fungsi atap disini sangat vital. karena
atap menyerap sinar matahari langsung agar tidak masuk ke dalam rumah.
begitupun Hujan,angin, dan lain-lain.
3. Bangunan sedapat mungkin diarahkan menurut
orientasi Timur-Barat dengan bagian Utara-Selatan menerima cahaya alam tanpa
kesilauan dan Intensitas cahaya yang baik menghasilkan energi baik yang
terkandung dalam bahan bangunan yang digunakan saat pembangunan harus seminal
mungkin.
Arsitektur yang ekologis akan
tercipta apabila dalam proses berarsitektur menggunakan pendekatan desain yang
ekologis (alam sebagai basis desain). Proses pendekatan desain arsitektur yang
menggabungkan alam dengan teknologi, menggunakan alam sebagai basis design,
strategi konservasi, perbaikan lingkungan, dan bisa diterapkan pada semua
tingkatan dan skala untuk menghasilkan suatu bentuk bangunan, lansekap,
permukiman dan kota yang revolusioner dengan menerapkan teknologi dalam
perancangannya. Perwujudan dari desain ekologi arsitektur adalah bangunan yang
berwawasan lingkungan yang sering disebut dengan green building.
A.
Prinsip-prinsip ekologi sering berpengaruh terhadap arsitektur (Batel Dinur,
Interweaving Architecture and Ecology – A theoritical Perspective). Adapun
prinsip-prinsip ekologi tersebut antara lain:
a. Flutuation
Prinsip fluktuasi menyatakan bahwa
bangunan didisain dan dirasakan sebagai tempat membedakan budaya dan hubungan
proses alami. Bangunan seharusnya mencerminkan hubungan proses alami yang
terjadi di lokasi dan lebih dari pada itu membiarkan suatu proses dianggap
sebagai proses dan bukan sebagai penyajian dari proses, lebihnya lagi akan
berhasil dalam menghubungkan orang-orang dengan kenyataan pada lokasi tersebut.
b. Stratification
Prinsip stratifikasi menyatakan
bahwa organisasi bangunan seharusnya muncul keluar dari interaksi perbedaan
bagian-bagian dan tingkat-tingkat. Semacam organisasi yang membiarkan
kompleksitas untuk diatur secara terpadu.
c. Interdependence (saling ketergantungan)
Menyatakan bahwa hubungan antara bangunan
dengan bagiannya adalah hubungan timbal balik. Peninjau (perancang dan pemakai)
seperti halnya lokasi tidak dapat dipisahkan dari bagian bangunan, saling
ketergantungan antara bangunan dan bagian-bagiannya berkelanjutan sepanjang
umur bangunan.
Pola Perencanaan Eko-Arsitektur selalu memnfaatkan
alam sebagai berikut :
- Dinding, atap sebuah gedung sesuai dengan tugasnya, harus melidungi sinar panas, angin dan hujan.
- Intensitas energi baik yang terkandung dalam bahan bangunan yang digunakan saat pembangunan harus seminal mungkin.
- Bangunan sedapat mungkin diarahkan menurut orientasi Timur-Barat dengan bagian Utara-Selatan menerima cahaya alam tanpa kesilauan
- Dinding suatu bangunan harus dapat memberi perlindungan terhadap panas. Daya serap panas dan tebalnya dinding sesuai dengan kebutuhan iklim/ suhu ruang di dalamnya. Bangunan yang memperhatikan penyegaran udara secara alami bisa menghemat banyak energi.
B. Dasar – Dasar Ekologi
Arsitektur
Dalam eko-arsitektur terdapat dasar-dasar pemikiran
yang perlu diketahui, antara lain.
1. Holistik
Dasar eko-arsitektur yang berhubungan dengan sistem
keseluruhan, sebagai satu kesatuan yang lebih penting dari pada sekedar
kumpulan bagian.
2. Memanfaatkan pengalaman manusia
Hal ini merupakan tradisi dalam membangun dan
merupakan pengalaman lingkungan alam terhadap manusia.
3. Pembangunan
sebagai proses dan bukan sebagai kenyataan tertentu yang statis.
4. Kerja sama
antara manusia dengan alam sekitarnya demi keselamatan kedua belah pihak.
Contoh bangunan
GREEN SCHOOL
BALI
Green School Bali ini berada di
Desa Sibang Kaja yang berlokasi 30 Km dari Kota
Denpasar. Merupakan sekolah unik yang digagas oleh John Hardy,desainer dan pengusaha perhiasan.
Berdiri pada tahun 2008 silam dengan duakurikulum
ternamanya : Green Studies dan Creative Art.Dalam proses pengajarannya, mereka memiliki dua
kontribusi penting : kesadaran akan lingkungan global serta perspektif khususnya mengenai isu - isu sosial dan budaya. Tahun 2008,
diinformasikan bahwa untuk dapat menyekolahkan
anak-anak ke sana, diperlukan sekitar $9.500 /tahun. John Hardy menjelaskan bahwa ide dasar pembangunan sekolah di atasareal seluas 8 hektar itu adalah
untuk menerapkan Ajaran Trihita Karana. Olehkarena itu, tidak ada bahan buatan pabrik atau zat kimia yang
dipergunakan disekolah ini. Merokok pun tidak diperkenankan.
Arsitektur
vernakular
Arsitektur
vernakular adalah arsitektur yang terbentuk dari proses yang berangsur lama dan
berulang-ulang sesuai dengan perilaku, kebiasaan, dan kebudayaan di tempat
asalnya. Vernakular, berasal dari vernacullus yang berarti lokal, pribumi.
Pembentukan arsitektur berangsur dengan sangat lama sehingga sikap bentuknya
akan mengakar. Latar belakang indonesia yang amat luas dan memiliki banyak
pulau menyebabkan perbedaan budaya yang cukup banyak dan arsitektur merupakan
salah satu parameter kebudayaan yang ada di indonesia karena biasanya
arsitektur terkait dengan sistem sosial, keluarga, sampai ritual keagamaan.
Sejarah Arsitektur Vernakular
Di Indonesia, berbagai jenis rumah
tradisional dianggap sebagai tradisi vernakular Indonesia dan dipercaya
memiliki kesamaan asal muasal dari tradisi pembangunan kuno. Hal ini terutama
dirujukkan pada tradisi arsitektur Austronesia yang dipandang sebagai bagian
yang tak terpisahkan dari ekspansi budaya Austronesia. Asal muasal dari tradisi
arsitektur ini dapat dirunut kembali hingga budaya manusia kuno yang mendiami
daerah pantai dan sungai-sungai Cina Selatan dan Vietnam Utara kurang lebih
4000 tahun SM. Pada masa itu, kelompok-kelompok masyarakat melakukan migrasi
dan diperkirakan memiliki kesamaan tradisi arsitektur yang dinamai dengan
tradisi arsitektur Austronesia, dan sebagai konsekuensinya, maka hampir di seluruh
kepulauan Indonesia rumah tradisional yang merupakan warisan arsitektur
vernakular memiliki kesamaan bentuk, baik dari bentuk bangunan serta dari
bentuk morfologis struktur dasarnya.
Bentuk struktur dan fitur morfologis
rumah-rumah tradisional Indonesia terdiri atas dua macam, yaitu rumah
tradisional yang dibangun berdasarkan prinsip tipikal tradisi arsitektural
Austronesia kuno yaitu: struktur kotak yang didirikan di atas tiang fondasi
kayu, dapat ditanam kedalam tanah atau diletakkan di atas permukaan tanah
dengan fondasi batu, lantai panggung, atap miring dengan jurai yang
diperpanjang dan bagian depan atap yang condong mencuat keluar. Sedangkan di
bagian timur kepulauan Indonesia banyak tipe rumah tradisional digolongkan
sebagai bagian dari tradisi arsitektur vernakular, dimana pada bentuk
bangunannya biasanya memiliki: lantai berbentuk lingkaran dan berstruktur atap
kerucut tinggi seperti bentuk sarang tawon atau struktur atap berbentuk kubah
elips.
Rumah tradisional di seluruh
kepulauan nusantara, baik yang berbentuk kotak maupun yang berstruktur atap
kubah, biasanya dibangun dengan kayu dan material alami lainnya seperti bambu,
daun palem, rumput, dan serat yang semuanya diambil langsung dari lingkungan
alaminya. Selain itu, rumah dibangun oleh penghuninya sendiri atau masyarakat
yang kadang dibantu oleh pengrajin terlatih atau dibawah petunjuk pengawas
bangunan yang berpengalaman atau keduanya. Berbeda dengan konstruksi fisiknya,
rumah tradisional di seluruh kepulauan nusantara memiliki kesamaan ciri dalam
terminologi makna simbolik yang dikandung oleh rumah, dimana ukuran dan bentuk
rumah mengindikasikan tingkat sosial dan status dari pemiliknya didalam
masyarakat. Rumah juga sering dipandang sebagai tempat bersemayam nenek moyang
dan digunakan sebagai tempat ritual dan upacara untuk menghormati mereka, dan
juga digunakan saebgai tempat penyimpanan benda-benda pusaka nenek moyang. Ciri
penting umum lainnya adalah penggunaan berbagai jenis oposisi polar dalam
ruang, seperti depan dan belakang, timur dan barat, kiri dan kanan, serta dalam
dan luar yang disesuaikan dengan pembedaan kelas diantara berbagai kelompok
sosial masyarakat kesukuan secara umum.
Beberapa Kategori Tradisi Vernakular Arsitektur di Indonesia
Masyarakat yang mendiami daerah
pedalaman, terutama di pegunungan mempunyai tradisi yang bila dilihat dari
perspektif sejarah kebudayaannya dianggap lebih tua dibandingkan dengan
masyarakat yang tinggal di dataran rendah atau area pantai. Bangunan
tradisional yang dibangun oleh masyarakat yang tinggal dipedalaman dianggap
memperlihatkan kemiripan yang lebih besar dengan tradisi arsitektural dan ragam
bangunan Austronesia dan dengan tradisi yang tergambar di Candi Borobudur di
Jawa Tengah daripada masyarakat yang tinggal di daerah dataran rendah dan di
pantai. Rumah tradisional yang dibangun oleh masyarakat Toraja di Sulawesi
selatan dan masyarakat Batak yang tinggal di Sumatra Utara dipandang sebagai
bentuk rumah tradisional yang lekat dengan tradisi arsitektur vernakular dari
nenek moyang mereka. Masyarakat Aceh di Sumatra Utara, masyarakat Baduy dan
Tengger di Pulau Jawa, masyarakat Bali Aga (Bali Mula) di Bali, dan masyarakat
Dayak di Pulau Kalimantan, serta beberapa masyarakat dikepulauan Indonesia
Timur juga dianggap sebagai ‘masyarakat kuno’, akan tetapi, rumah tradisional
mereka jika dari sudut pandang kebudayaan, sebenarnya termasuk dalam tradisi
arsitektur asing yang muncul di kepulauan Indonesia yang merupakan bagian dari
ekspansi Hindu-Buddha, Islam, dan Eropa.
Oleh karena itu, ada beberapa kategori tradisi
vernakular arsitektur dan langggam bangunan Indonesia, yaitu:
- Bangunan tradisional yang dibangun berdasar tradisi kuno Austronesia
Rumah tradisional Indonesia saat ini
yang merupakan contoh rumah yang mempunyai karakter dasar dan fitur tradisi
dari arsitektur vernakular yang masih kuat dapat ditemukan dibeberapa daerah
pedalaman di berbagai pelosok Nusantara, seperti dapat dilihat pada rumah Batak
dan rumah Tongkonan Toraja, keduanya memiliki beberapa perbedaan yang umumnya tampak
bahwa rumah-rumah ini dibangun dengan mengikuti tradisi arsitektur vernakuler
kuno dan langgam bangunan Austronesia sebelum adanya tradisi dan langgam
bangunan Hindu-Budha, Islam, dan kolonial Belanda.
ARSITEKTUR VERNAKULAR SUMBA,
APRESIASI BUDAYA PULAU SERIBU MENARA
Berbicara tentang Sumba pasti selalu dikaitkan dengan
Kuda sandalwood-nya yang terkenal, namun disini saya tidak ingn berbicara
tentang kuda Sumba, apalagi soal susu kuda liarnya.
Arsitektur
Vernacular Sumba sangat menarik karena salah satu daya tarik Sumba buat saya adalah
hamparan menara – menara rumah sumba yang terlihat berderet dan menjulang dari
kota hingga seluruh pelosok, dari pesisir, lembah dan padang terbuka hingga
puncak-puncak bukit. Sebuah pemandangan yang mungkin bagi orang lain adalah hal
yang biasa saja tapi menurut saya ini sesuatu yang sangat menakjubkan, sebuah
hasil karya dari sebuah kebudayaan yang telah berumur ratusan bahkan mungkin
ribuan tahun yang masih bisa dipertahankan. Bagi saya inilah PULAU SERIBU
MENARA, sebuah julukan lain yang pantas untuk PULAU SANDALWOOD.
foto : :paraimajangga.blogspot.com.jpg
Tentu bagi
mereka yang awam dengan arsitektur
istilah Vernakular masih terasa asing, berbeda dengan mereka yang bergelut
dalam bidang arsitektur istilah tersebut
sudah sangat familiar karena merupakan bagian dari pengetahuan yg diperoleh di
bangku kuliah, apalagi bagi mereka yang mendalami aliran arsitektur purna modern. sebelum saya
menceriterakan sedikit tentang arsitektur vernakular sumba ada baiknya jika
saya menjelaskan secara singkat apa istilah arsitektur vernacular tersebut.
foto : sumbaadventure.comgallery.html.jpg
Turan Mete,
Vernacular Architecture, 1990., menyebutkan Arsitektur vernakular adalah
arsitektur yang tumbuh dan berkembang dari arsitektur rakyat yang lahir dari
masyarakat etnik dan berakar pada tradisi etnik, serta dibangun oleh tukang
berdasarkan pengalaman (trial and error), menggunakan teknik dan material lokal
serta merupakan jawaban atas setting lingkungan tempat bangunan tersebut berada
dan selalu membuka untuk terjadinya transformasi.
Menurut
Sonny Susanto, dosen arsitek pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia
mengatakan bahwa arsitektur vernakular merupakan bentuk perkembangan dari
arsitektur tradisional, yang mana arsitektur tradisional masih sangat lekat
dengan tradisi yang masih hidup, tatanan kehidupan masyarakat, wawasan
masyarakat serta tata laku yang berlaku pada kehidupan sehari-hari
masyarakatnya secara umum.
Sejarah
Arsitektur Vernakular Sumba
Dalam berbagai tulisan dan
penelitian tentang rumah Sumba dikatakan
jika pembangunan rumah sumba dipercaya merujuk pada tradisi arsitektur
Austronesia, sebagai bagian yang tak terpisahkan dari ekspansi budaya
Austronesia yg mempengaruhi hampir seluruh rumah tradisional di Indonesia.
Pengaruh tradisi Austronesia pada berbagai rumah tradisional di Indonesia
adalah memiliki kesamaan bentuk, baik dari bentuk bangunan serta dari bentuk
morfologis struktur dasarnya dimana terdiri atas dua macam, yaitu rumah
tradisional yang dibangun berdasarkan prinsip tipikal tradisi arsitektural
Austronesia kuno yaitu: struktur kotak yang didirikan di atas tiang fondasi
kayu, dapat ditanam kedalam tanah atau diletakkan di atas permukaan tanah
dengan fondasi batu, lantai panggung, atap miring dengan jurai yang
diperpanjang dan bagian depan atap yang condong mencuat keluar [artikel
’The House in Indonesia’, Peter Nas]. Sedangkan di bagian timur
kepulauan Indonesia banyak tipe rumah tradisional digolongkan sebagai bagian
dari tradisi arsitektur vernakular, dimana pada bentuk bangunannya biasanya
memiliki: lantai berbentuk lingkaran dan berstruktur atap kerucut tinggi
seperti bentuk sarang tawon atau struktur atap berbentuk kubah elips [Ade Sahroni ,Puslitbang Arkenas].
foto : sumbaadventure.comgallery.html
foto : sumbaadventure.comgallery.html
Bahan dan
Sistem Struktur
Bahan utama
yang digunakan adalah material yang diambil langsung dari lingkungan alaminya
antara lain kayu, bambu, alang-alang, tali hutan/rotan, dan serat tanaman lainnya.
Kayu secara dominan sebagai struktur
utama rangka bangunan, digunakan sebagai tiang (kolom) penyangga. struktur
rangka utama rumah Sumba adalah pada empat buah tiang utama (pari’i) yang
berada pada bagian tengah bangunan sebagai inti strukturnya. Keempat tiang
tersebut diletakkan diatas batu sebagai tumpuan sendi.
foto :
theproffmag.com-Sumba-Photograph-by-Yori-Antar-46.jpg
Kayu yang
digunakan sebagai tiang utama adalah jenis kayu tertentu berusia puluhan hingga
ratusan tahun yang diperoleh dari hutan, yang dimensinya disesuaikan dengan
besar atau kecilnya rumah yang akan dibangun, Untuk lantai, bale-bale, dinding serta rangka atap digunakan bambu,
sedangkan penutup atap menggunakan alang-alang.
foto :
farm8.static.flickr.com.jpg
Bahan
pengikat dan penyambungan seluruh element struktur menggunakan tali hutan/rotan
atau serat pohon,.
foto :
pics.lockerz.com
fungsi
Bagi
masyarakat sumba rumah bukan saja berfungsi sebagai tempat perlindungan dari
cuaca yg ektrem (shelter), namun lebih
dari itu rumah dipandang sebagai tempat bersemayam nenek moyang sebagai tempat
melaksanakan ritual dan upacara Marapu (kepercayaan asli masyarakat sumba)
untuk menghormati arwah nenek moyang, serta sebagai tempat penyimpanan
benda-benda pusaka nenek moyang yang dikeramatkan, juga untuk menyimpan
persediaan bahan makan (bibit tanaman).
Pola tata
ruang
System tata
ruang dalam rumah Sumba dapat dibagi atas tata ruang vertical dan horizontal,
secara vertical rumah Sumba dibagi atas tiga, dimana pada ruang paling bawah
(kolong) merupakan tempat untuk hewan ternak peliharaan, pada bagian diatas
kolong adalah tempat buat penghuninya, dan pada bagian atas
(loteng/menara) adalah untuk menyimpan benda pusaka/keramat. Secra horizontal
ruang-ruang utama terdiri dari katonga sebagai tempat menerima tamu, koro
sebagai kamar tidur, rabuka tempat memasak/perapian yg terletak di tengah
bangunan. Sedangkan pola sirkulasi dalam bangunan menggunakan dua buah pintu
yang semuanya berada pada sisi depan rumah dimana pintu pada sebelah kiri
merupakan pintu yang hanya boleh dilewati oleh kaum lelaki/tamu, sedangkan sisi
yang lainnya adalah pintu untuk kaum wanita. Rumah Sumba tidak memiliki Jendela
Letak dan Pola Tata Massa
Rumah sumba umumnya ditemukan dalam kelompok perkampungan, dimana
rumah-rumah dalam kampung tersebut adalah
kumpulan dari satu atau beberapa sub suku (kabihu), yang memiliki sub
bahasa dan dialektika yang sama. Perkampungan Sumba tersebar dan terletak
sesuai kondisi goegrafis dimana kampung tersebut berada, baik itu di tanah
lapang/ padang, pucak bukit ataupun di lembah, di daerah pedalaman maupun di pesisir
pantai.
Pola tata
massa rumah Sumba diatur secara linier dan berada dalam pagar batas dari susunan batu tanpa
perekat/pengikat yang tingginya bervariasi.
Memiliki satu atau dua pintu masuk yang disesuaikan dengan kondisi
geografis dan aktifitasnya. setiap bangunan berorientasi pada sebuah ruang
terbuka bersama yang digunakan sebagai area public atau dalam bahasa Sumba
dikenal dengan istilah Natara, dimana pada area ini sering digunakan sebagai
salah satu tempat upacara/ritual adat atau sebagai tempat meletakkan batu
kubur.
Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Arsitektur_vernakular